Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi-puisi Bakti Soemanto

Pantai Semarang

Seraut laut
Alangkah sepi kecupan tepinya
Amboi, baru kutahu, kau begitu sayup dan jauh
Mengapa dulu kita tidak berkawan
Kalau bisa saling berteman.
Daripada berdiri-sendiri-sendiri dan berprasangka.
Aduhai, betapa nanti’kan dahsyatnya.

Kangen yang syahdu
Apakah ini yang paling mesra, Tuhan
Yang memanjang tak berkeputusan
Merenggut saja yang maunya lena
Terasa ada sesuatu yang hendak lepas
Hilang dari segala kesadaran.

Ah, ada pula angin menyela pandang.
Hatiku, disini ada juga kebenaran.

TONGGAK-3, 1987


Berhadapan dengan
Langit yang Biru

Berhadapan dengan langit yang biru
terbukalah cakrawala yang biru
menantang untuk damai
dengan hatiku.

Angin yang mengembara sepanjang masa
lewat di depan mata
tak tampak tapi terasa
berkata tapi tak bersuara
tentang suatu pencarian
yang tidak pernah diketemukan.

Ajakan damai dan pencarian
bertemu dalam hatiku
yang termanggu
bukan karena menunggu.

Matahari berbaring-baring
diantara kehidupan yang mengendor
tetapi segar karena mandi sore hari.

Daun-daun pohon berkerlingan
dalam kediaman yang hidup,
lalu lampu pijar
menyala dalam kamar.

Jangan jendela itu kau tutup
biarlah cakrawala biru perlahan-lahan menjadi hitam
dan kita akan mencoba menebak kemungkinan
apakah mendung akan datang
ataukah justru bintang-bintang.

Setiap kali
hidup kita dihadapkan pada kemungkinan itu
itu artinya
cintaku padamu
setiap kali di uji kembali.

1978


Daun-Daun

daun-daun akan gugur
sesudah berubah warna
pohon-pohon akan gundul
lalu datang salju
dan seluruh bumi
menjadi putih
seperti jiwa
bayi yang bersih

benarkah semua hati
juga putih dan bersih
di musim salju
atau menjadi beku
dan seluruh waktu
dihabiskan untuk membaca buku
karena tidak ada
kemungkinan lain

dan pemanas
menjadi penanda
bahwa kehidupan bertahan
dalam kamar-kamar
yang terpisah
sambil pikiran
merancang rencana
langkah-langkah baru
yang lebih hebat
untuk menunjukan kekuatan

daun-daun akan gugur
tapi semangat tak perlu gugur!
Salju akan menutup bumi menjadi putih
Tetapi hati, barangkali, tak perlu harus
Menjadi putih
Sebab Adam sudah diusir dari sorga
Dan di bumi dia harus menegakkan
Kerajaan yang seribu kali
Lebih hebat!

Oberlin, Oktober 1986

Rumah di Desa Patuk,
Wonasoari
-- untuk Ibu Buchori

kami tiba laat, siang itu
tapi makan tetap siap masih hangat
nasi uduk dan goreng-ayam
air sejuk dan senyum keramahan

foto keluarga menyapa
jiwa yang koyak-moyak
kedamaian
menyentuh kehidupan yang luka

Di lantai
Kami menemukan bumi
Yang telah dilupakan
Karena kerja yang konon demi peradaban

TUGU, Antologi Puisi
22 Penyair Yogya, 1986

*Soemanto, Bakti. 2006. Kata. Bandung: Bentang Pustaka

Artikel Terkait

2 komentar untuk "Puisi-puisi Bakti Soemanto"

  1. Kumpulan puisi nya keren-keren ne sob..visit and komen back y gan..

    BalasHapus