Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Umpasa Simalungun

Umpasa Simalungun adalah puisi rakyat dalam masyarakat Simalungun yang dipergunakan dalam pelbagai kegiatan kebudayaan, seperti pernikahan, kematian, dan acara adat lainnya. Jumlah larik Umpasa selalu genap, yaitu antara empat larik sampai dua belas larik dalam satu bait. Jumlah suku kata dalam umpasa Simalungun terdiri dari empat sampai delapan suku kata, tetapi pada umumnya terdiri dari tujuh suku kata.
Pengertian Umpasa Simalungun
Teknik Penuturan
Teknik penuturan umpasa pernikahan ini dituturkan secara monolog. Ketika si penutur menuturkan umpasa tersebut, pendengar (audiens) tidak membalasnya dengan berumpasa. Sehingga tidak ditemukan adanya Berbalas umpasa, namun biasanya secara sepontan pendengar (audiens) mengamininya, dengan mengucapkan "aima tongon" (amin).

Proses Pewarisan
Proses pewarisan pada umpasa pernikahan ini diwariskan berdasarkan sistim pewarisan vertikal, Artinya umpasa ini ditransmisikan secara turun-temurun dari nenek moyang kepada generasi-generasi berikutnya. Dengan kata lain, proses penciptaan umpasa dilakukan secara terstruktur dengan sistim pewarisan secara vertikal.

Proses Penciptaan
Proses penciptaan umpasa pernikahan dilakukan dengan cara terstruktur. Artinya, pada proses penciptaan si penutur umpasa tersebut melakukan penghafalan teks secara tidak sengaja. Artinya, proses ini telah dilakukan jauh-jauh hari dengan kebiasaan mendengar orang yang berumpasa. Proses penghafalan tersebut ditransmisikan secara turun-temurun dengan proses pewarisan.

Sumber:
Saragih, Ferdinan De Jecson. 2011. “Umpasa Pernikahan Simalungun: Struktur, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi”. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung.

3 komentar untuk "Pengertian Umpasa Simalungun"

  1. info yang menarik tentang Pengertian Umpasa Simalungun ,ane baru tau nih..

    BalasHapus
  2. umpasa bukan pantun ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam masyarakat Simalungun disebut Umpasa.

      Adapun bentuk folklor menurut Jon Brundvard (Danandjaja 2002:21-23) mencakup:
      1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan;
      2) ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah dan pameo;
      3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki;
      4) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair;
      5) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng;
      6)nyanyian rakyat.

      Hapus