Cerita Pendek Gadis Subuh bag 1
Gadis Subuh
Kutarik selimut yang menjauh dari tubuhku, kedinginan menyergap disaat terbangun. Aku hanya bisa menggigil dan pasrah, karena aku tak kuasa melawan kekuatan alam yang sedang mempermainkanku pagi itu.
“sial“ ucapku dalam hati, rasanya aku ingin buang air kecil, tapi kucoba untuk melupakan itu, melanjutkan tidur yang masih terganggu. tapi air seni itu semakin terdorong, sepertinya dia ingin keluar saat itu juga. Dengan berat, kujauhkan selimut yang menutupi sekujur tubuhku, mencoba untuk bangkit berdiri, walau rasa dingin menggodaku untuk tetap bertahan.
aku tersentak kaget ketika pintu kamarku kubuka, bayangan seorang gadis meliuk-liuk menyapu taman dengan pakaian putih, seketika dia berbalik kearahku. Suasana pagi yang belum tersibak oleh siang, membuat wajahnya tak terlihat begitu jelas seperti hantu, itulah pikiranku saat itu. rasa dingin ditubuhku terasa hilang oleh rasa takut yang datang menghampiriku, aku langsung berlari ke kamar mandi, sekejap kembali menuju kamar kosanku.
Di kamar aku masih terbayang wajah dan peri wanita itu. Setahuku, rumah besar yang bertaman luas itu tidak pernah barpenghuni, karena pemiliknya selalu saja keluar kota untuk menjalankan bisnisnya, mungkin rumah itu dibeli hanya sebagai rumah dihari tua saja.
Disetiap detik-detik yang kulewati, wajah gadis subuh itu tak pernah beralih dari pikiranku, bayangannya sudah memenuhi syaraf-syarafku. kini bayangannya membuat hidupku terpuruk oleh rasa takut, dan rasa penasaranku mengklaim niatku untuk melihatnya lagi.
Pagi berikutnya, aku bangun lebih awal, Rasa penasaran menghapus semua rasa takutku. Kusibak pelan-pelan tirai jendela kamarku. Kulihat kearah taman itu. Lagi-lagi aku melihat gadis itu, meliuk-liuk memainkan sapu lidi, membersihkan daun kering yang berserak oleh angin. Penglihatanku masih begitu remang, karna kaca jendela hitam pekat.
Kubuka pelan-pelan pintu kosan, kuusap mataku, kini sosok gadis itu semakin jelas dalam penglihatanku, lampu kuning yang menyinari taman itu membantukku untuk melihat gadis itu lebih jelas, pakaian putih yang melekat pertama melihatnya, sekarang masih melekat juga. rambut hitam terurai, menutupi punggungnya hingga pinggulnya, bentuk tubuh yang begitu indah, dia miliki. hatiku sempat tertarik untuk melihatnya berlama-lama, mengikuti gerakan pinggulnya yang bergoyang indah, disaat memainkan sapu lidi itu. Disaat aku melihat semakin kebawah, kaki yang panjang tertutup oleh celana yang terlalu panjang, menutup seluruh bagian kakinya sehingga terasa kelihatan melayang, bagaikan hantu yang sering kulihat dalam film-film horor Indonesia. Rasa takut mulai menghampiriku, sekejap pintu kamarku kututup rapat, kuraih selimut dan kubungkus seluruh tubuhku. aku masih saja memikirkan gadis itu, karena dalam benakku masih tersimpan sejuta pertanyaan tentang dia.
Mentari mulai memancarkan sinar merahnya, mataku belum juga dapat kupejamkan, untuk melanjutkan tidurku. Dengan berat kujauhkan lagi selimut yang melingkari tubuh dan mencoba untuk bangkit, karena hari ini adalah hari kuliah. Sebelum berangkat ke kampus kulihat lagi sekeliling rumah yang bertaman itu, tapi tak ada suatu pertanda bahwa rumah itu ada penghuninya.
Perjalanan ke kampus terasa berat, berjuta pertanyaan kubawa, apalagi rasa ngantuk mulai menghampiriku. Setiba di kampus kuusahakan duduk paling belakang, supaya mataku dapat beristirahat sejenak.
Aku terbangun dalam kegelapan, kulihat jam tanganku menunjukan pukul empat pagi, terbangun pada sebuah taman, sepi tak seorangpun manusia ada di dekatku, sepertinya aku hidup dalam kesendirian, tak ada suara angin, gonggongan anjing, semuanya sepi. Kuperhatikan taman itu, seperti mirip suatu taman yang ada didepan kosanku, dimana tempo hari aku melihat seorang gadis penyapu taman meliuk-liukan tubuhnya, mempermainkan sapu lidi dengan kelembutannya. Kuperhatikan lagi rumah yang ada didepannya, ya sama persis seperti rumah di depan ditaman itu, tapi semuanya hanya lenggang dalam kegelapan. Lampu-lampu semua padam, yang ada hanya sebuah lampu pijar ditaman, samar-samar oleh kehitaman malam.
Kegelapan dalam rumah berubah menjadi agak terang, oleh cahaya lampu kuning. samar-samar, sama seperti ditaman. kuning bercampur kegelapan, namun terang itu termakan gelap. pintu rumah terasa bergeser, sepertinya ada seorang yang ingin keluar menuju kegelapan dan kesunyian dunia. Kedua kakiku terasa bergetar, oleh wujut yang keluar dari dalam rumah itu, seorang wanita yang sering kulihat setiap pagi sebelum waktu salat subuh. Kini wajah yang anggun itu terlihat jelas, bersinar bagaikan Malaikat, menerangi taman itu dengan cahaya putih. Aku terpaku melihatnya, kagum oleh lekuk-lekuk tubuhnya, rambut lurusnya, dan semua yang ada padanya. Kini dia semakin mendekat menuju ke arahku, aku ingin berbicara kepadanya, memuji kecantikannya dan ingin berkenalan dengannya, tapi aku tak dapat melakukanya. kedua bibirku terasa kaku untuk mengungkapkanya, aku bagaikan patung, hanya mataku yang berfungsi untuk melihat, menyaksikan semua itu dalam suatu pagi yang gelap, yang diterangi oleh suatu bidadari nan-cantik.
Dia semakin mendekatiku hingga jarak diantara kami hanya selangkah, dalam kedekatan itu bibir indahnya mengeluarkan getaran-getaran suara, aku sadar telingaku sepertinya berpungsi saat itu, karna suara indah itu meresap kedalam otakku. Bersambung... Cerita Pendek Gadis Subuh bag 2.
Cerpen Lainnya
Kutarik selimut yang menjauh dari tubuhku, kedinginan menyergap disaat terbangun. Aku hanya bisa menggigil dan pasrah, karena aku tak kuasa melawan kekuatan alam yang sedang mempermainkanku pagi itu.
“sial“ ucapku dalam hati, rasanya aku ingin buang air kecil, tapi kucoba untuk melupakan itu, melanjutkan tidur yang masih terganggu. tapi air seni itu semakin terdorong, sepertinya dia ingin keluar saat itu juga. Dengan berat, kujauhkan selimut yang menutupi sekujur tubuhku, mencoba untuk bangkit berdiri, walau rasa dingin menggodaku untuk tetap bertahan.
aku tersentak kaget ketika pintu kamarku kubuka, bayangan seorang gadis meliuk-liuk menyapu taman dengan pakaian putih, seketika dia berbalik kearahku. Suasana pagi yang belum tersibak oleh siang, membuat wajahnya tak terlihat begitu jelas seperti hantu, itulah pikiranku saat itu. rasa dingin ditubuhku terasa hilang oleh rasa takut yang datang menghampiriku, aku langsung berlari ke kamar mandi, sekejap kembali menuju kamar kosanku.
Di kamar aku masih terbayang wajah dan peri wanita itu. Setahuku, rumah besar yang bertaman luas itu tidak pernah barpenghuni, karena pemiliknya selalu saja keluar kota untuk menjalankan bisnisnya, mungkin rumah itu dibeli hanya sebagai rumah dihari tua saja.
Disetiap detik-detik yang kulewati, wajah gadis subuh itu tak pernah beralih dari pikiranku, bayangannya sudah memenuhi syaraf-syarafku. kini bayangannya membuat hidupku terpuruk oleh rasa takut, dan rasa penasaranku mengklaim niatku untuk melihatnya lagi.
Pagi berikutnya, aku bangun lebih awal, Rasa penasaran menghapus semua rasa takutku. Kusibak pelan-pelan tirai jendela kamarku. Kulihat kearah taman itu. Lagi-lagi aku melihat gadis itu, meliuk-liuk memainkan sapu lidi, membersihkan daun kering yang berserak oleh angin. Penglihatanku masih begitu remang, karna kaca jendela hitam pekat.
Kubuka pelan-pelan pintu kosan, kuusap mataku, kini sosok gadis itu semakin jelas dalam penglihatanku, lampu kuning yang menyinari taman itu membantukku untuk melihat gadis itu lebih jelas, pakaian putih yang melekat pertama melihatnya, sekarang masih melekat juga. rambut hitam terurai, menutupi punggungnya hingga pinggulnya, bentuk tubuh yang begitu indah, dia miliki. hatiku sempat tertarik untuk melihatnya berlama-lama, mengikuti gerakan pinggulnya yang bergoyang indah, disaat memainkan sapu lidi itu. Disaat aku melihat semakin kebawah, kaki yang panjang tertutup oleh celana yang terlalu panjang, menutup seluruh bagian kakinya sehingga terasa kelihatan melayang, bagaikan hantu yang sering kulihat dalam film-film horor Indonesia. Rasa takut mulai menghampiriku, sekejap pintu kamarku kututup rapat, kuraih selimut dan kubungkus seluruh tubuhku. aku masih saja memikirkan gadis itu, karena dalam benakku masih tersimpan sejuta pertanyaan tentang dia.
Mentari mulai memancarkan sinar merahnya, mataku belum juga dapat kupejamkan, untuk melanjutkan tidurku. Dengan berat kujauhkan lagi selimut yang melingkari tubuh dan mencoba untuk bangkit, karena hari ini adalah hari kuliah. Sebelum berangkat ke kampus kulihat lagi sekeliling rumah yang bertaman itu, tapi tak ada suatu pertanda bahwa rumah itu ada penghuninya.
Perjalanan ke kampus terasa berat, berjuta pertanyaan kubawa, apalagi rasa ngantuk mulai menghampiriku. Setiba di kampus kuusahakan duduk paling belakang, supaya mataku dapat beristirahat sejenak.
Aku terbangun dalam kegelapan, kulihat jam tanganku menunjukan pukul empat pagi, terbangun pada sebuah taman, sepi tak seorangpun manusia ada di dekatku, sepertinya aku hidup dalam kesendirian, tak ada suara angin, gonggongan anjing, semuanya sepi. Kuperhatikan taman itu, seperti mirip suatu taman yang ada didepan kosanku, dimana tempo hari aku melihat seorang gadis penyapu taman meliuk-liukan tubuhnya, mempermainkan sapu lidi dengan kelembutannya. Kuperhatikan lagi rumah yang ada didepannya, ya sama persis seperti rumah di depan ditaman itu, tapi semuanya hanya lenggang dalam kegelapan. Lampu-lampu semua padam, yang ada hanya sebuah lampu pijar ditaman, samar-samar oleh kehitaman malam.
Kegelapan dalam rumah berubah menjadi agak terang, oleh cahaya lampu kuning. samar-samar, sama seperti ditaman. kuning bercampur kegelapan, namun terang itu termakan gelap. pintu rumah terasa bergeser, sepertinya ada seorang yang ingin keluar menuju kegelapan dan kesunyian dunia. Kedua kakiku terasa bergetar, oleh wujut yang keluar dari dalam rumah itu, seorang wanita yang sering kulihat setiap pagi sebelum waktu salat subuh. Kini wajah yang anggun itu terlihat jelas, bersinar bagaikan Malaikat, menerangi taman itu dengan cahaya putih. Aku terpaku melihatnya, kagum oleh lekuk-lekuk tubuhnya, rambut lurusnya, dan semua yang ada padanya. Kini dia semakin mendekat menuju ke arahku, aku ingin berbicara kepadanya, memuji kecantikannya dan ingin berkenalan dengannya, tapi aku tak dapat melakukanya. kedua bibirku terasa kaku untuk mengungkapkanya, aku bagaikan patung, hanya mataku yang berfungsi untuk melihat, menyaksikan semua itu dalam suatu pagi yang gelap, yang diterangi oleh suatu bidadari nan-cantik.
Dia semakin mendekatiku hingga jarak diantara kami hanya selangkah, dalam kedekatan itu bibir indahnya mengeluarkan getaran-getaran suara, aku sadar telingaku sepertinya berpungsi saat itu, karna suara indah itu meresap kedalam otakku. Bersambung... Cerita Pendek Gadis Subuh bag 2.
Cerpen Lainnya
wiih , serem nih kayaknya :D
BalasHapus